Pages

10.22.2011

Menggulung Tangan, Bersedeku Saat I’tidal dll

 Menggulung Tangan.
Hukum meletakkan tangan kanan dibawah tangan kiri itu khilafussunnah (tidak mendapatkan kesunnahan). Diriwayatkan oleh Shohabat Wa’il bahwasanya: ia (Wa’il) melihat Nabi Muhammad Saw. setelah takbiratul ihrom meletakkan tangan Kanannya diatas tangan kirinya.(Muslim: 2/12)

 Bersedeku Saat I’tidal
Meletakkan kedua tangan diatas dada itu hanya kuwarid (dicontohkan oleh Nabi) pada tiap selesai membaca takbir dalam sholat. Sedangkan setelah I’tidal bacaan masyru’ (yang disyari’atkan Nabi) adalah سمع الله لمن حمده , sehingga para ulama’ berkesimpulan bahwa meletakkan kedua tangan hanya dilakukan; (1) setelah takbiratul ihrom (saat berdiri membaca Do’a iftitah sampai surat), (2) setelah bangkit dari sujud (Qiyaam/berdiri ke-dua, ke-tiga dan ke-empat).(hasyiyah jamal; 3/479)

 Qurban & Aqiqoh
Menyembelih Hewan ternak yang diniati Aqiqoh dan qurban terdapat khilaf (perbedaan pendapat). Menurut Imam Ibnu hajar Al Haytami tidak sah salah satunya, karena pada dasarnya aqiqoh dan qurban adalah jenis pekerjaan yang mempunyai tujuan tersendiri. Qurban merupakan Dhiyafah Amm (jamuan untuk umum), sedangkan Aqiqoh adalah Dhiyafah Khos (jamuan khusus), dan masing-masing punya hukum tersendiri.
Sedangkan menurut Imam Romli Asshoghir, hewan yang disembelih dengan niat seperti itu sah keduanya (aqiqoh dan qurbannya). Permasalahan ini oleh Imam Romli disamakan dengan masalah mandi hari jum’at. Mandi jum’at yang disertai dengan mandi jinabat hukum keduanya sah. (hawasyayi syarwani; 9/370)

 Aqiqoh Pakai Sapi
Aqiqoh dengan sapi itu sudah mencukupi (sah), karena yang prinsip dalam penyembelihan aqiqoh dan qurban itu memakai hewan ternak (sapi atau kambing). (hasyiyah bujairimi Al Khotib; 4/215)

 Onani
Onani atau kalau dalam istilah fiqh disebut (استمناء باليد) adalah bentuk perbuatan yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan berat kelak siksa yang akan diterima diakhirat. Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa orang yang punya kebiasaan Onani kelak diakhirat akan dikawinkan dengan tangan mereka sendiri, dan pada waktu itu tangan-tangan mereka dalam keadaan bunting (mengandung anak hasil onani).
Dari segi medis orang yang punya kebiasaan onani cara berfikirnya menjadi lamban, badan mereka kurus, muka dan wajahnya pucat, kelak saat mereka berumah tangga tidak akan terjadi keharmonisan.
Mengenai hukum onani ulama’ sepakat bahwa onani haram hukumnya dan termasuk dosa besar.
Dalam kaidah fiqh disebutkan bahwa “الضرر يزال” artinya, bahaya yang akan menimpa seseorang itu hendaknya disingkirkan. Dari kaidah ini golongan ulama’ mazhab hanabilah dan hanafiyah memberikan batasan diperbolehkannya onani dengan tiga syarat; (1) ia belum pernah menikah (1) takut akan terjerumus dalam zina secara nyata (sudah bisa dipastikan) (3) tidak bertujuan mengumbar nafsu atau sebagai sarana rekreasi belaka.
Namun perlu diingat bahwa syarat yang ke-dua dalam relita sulit dijumpai. Karena rosululloh telah memberikan solusi yang efektif dan tidak menimbulkan resiko, yaitu dengan cara berpuasa, selain itu para ulama’ memberikan beberapa cara untuk terhindar dari onani:
1. segeralah menikah
2. jangan berlebihan dalam makan dan minum
3. menjauhkan diri dari hal-hal yang bisa merangsang onani, seperti melihat gambar atau film porno, melihat wanita yang bukan mahrom dll.
4. membiasakan menonton pemandangan yang lebih berguna bagi kesehatan seperti pemandangan alam semesta (flora dan fauna)
5. memelih teman yang konsisten, memperbanyak ibadah, jangan terbelenggu dengan pikiran yang terlalu sempit atau yang mendahulukan kepentingan sesaat
6. memperbanyak kegiatan social kemasyarakatan yang bisa menjauhkan diri dari olah pikir yang menuju kepada biologis
7. tidak berlebihan dalam berpakaian dan memakai harum-haruman (minyak wangi)
8. tidak tidur diatas alas yang biasa digunakan oleh pasangan lawan jenis
9. menjauhkan diri dari orang-orang yang punya indikasi kepada perbuatan onani dan fitnah-fitnah lainnya.
(Fatawy syibkah al islamiyah; 153, hikmah At-Tasyri’; 290-292)

 Perawi
Perawi adalah orang yang meriwayatkan/menceritakan hadits Nabi Muhammad Saw. Hadits Nabi mencakup ucapan (sabda), tindakan/perbuatan Nabi dan ketetapan. Yang dimaksud ketetapan nabi adalah sikap nabi yang tidak menyerukan/mengajak juga tidak melarang atau ingkar. Sikap Nabi saat itu hanya diam.
Syarat-syarat Rowi dianggap shohih harus menetapi beberapa kriteria;
1. Ittishol sanadnya (mata rantai yang menyambungkan sampai kepada Nabi Saw.)
2. Adil, yaitu orang Islam yang bersih dari sifat kefasikan (melakukan dosa besar atau dosa kecil terus enerus) dan sifat-sifat tercela lainya.
3. Dhobith, yaitu orang yang punya daya ingat yang luar biasa. Ia mampu menyimpan dan menghadirkan kembali memori ingatannya kapan saja secara tepat.
4. Tidak Syadz (tidak mengandung kejanggalan), artinya rowi yang terpercaya tidak berlawanan dengan rowi yang lebih terpercaya.
5. tidak mengandung illat, artinya sifat yang samar yang menjadi penghalang diterimanya hadits, padahal dhohirnya bebas dari cacat.
Yang harus kita ikuti adalah hadits yang maqbul (hadits shohih dan hasan), sedangkan yang tdak adalah yang mardud (hadits dho’if). Namun demikian, ulama’ memilah mengenai hadits dho’if. Hadits dho’if boleh dipakai bila menyangkut fadhoilu Al-amal (ritual ibadah sunnah). Hadits dho’if yang menyinggug hukum tidak diperbolekan di buat pijakan.
Kita harus yaqin bahwa semua hadits yang termuat dalam shohihain (Bukhori & Muslim) adalah shohih bahkan mutawatir (tidak mungkin terjadi kebohongan).karena beliau sangat selektif dalam menerima riwayat hadits. Pernah suatu ketika Imam Bukhori tidak mau menerima hadits dari seseorang dikarenakan ia pernah mencoba memberi makan kepada kudanya dan setelah diketahui bahwa kudanya masih doyan makan ia tidak jadi memberikan makan kudanya. Saat itu Imam Bukhori berkesimpulan bahwa “kalau kudanya saja dibohongi, jangan-jangan apa yang disampaikan nanti juga bohong” (Qowa’id Al-Asasyiyah)

 Qunut Shubuh
Hadits yang menerangkan qunut shubuh adalah hadits yang diriwayatkan oleh shohabat anas dan Abi hurairoh r.a. Memang benar bahwa redaksi hadits yang diriwayatkan oleh Shohabat Abi hurairoh adalah “Nabi selalu qunut selama satu bulan penuh kemuidan meninggalkannya”, namun ada hadit lagi yang diriwayatkan Shohabat Anas r.a bahwasanya Nabi selalu melakukan Qunut dalam sholat shubuh sampai akhir wafatnya. Dari kedua riwayat yang berbeda ini ulama’ menjami’kan (mengkompromikan) bahwasanya; Nabi meninggalkan do’a qunut (mendo’akan agar mendapat laknat Alloh Swt.) untuk orang-orang kafir, namun beliau masih selalu qunut tanpa melaknat orang-orang kafir.
Praktek qunut yang dilakukan oleh Nabi juga pernah dilakukan di pondok pesantren langitan , misalnya saat Amerika memerangi orang-orang islam di timur tengah. Cara prakteknya, qunut sebagaimana biasanya, yaitu membaca Allohumma Ihdina fiman hadayt sampai akhir kemudian menambahkan do’a agar orang-orang yang memusuhi kaum muslim dihancurkan oleh Alloh Swt. Dan praktek semacam ini hanya beberapa hari, sama halnya saat Nabi melakukannya. Nabi pada waktu itu tetap melakukan qunut sehari-hari (bukan nazilah), ahanya saja nabi dalam waktu beberapa hari menambah bacaan qunut naziilah.
Riwayat shohabat Anas dan Abi hurairoh adalah sama-sama riwayat yang shohih. Hadits Ibnu mas’ud yang menyebutkan bahwa Nabi tidak pernah melakukan qunut shubuh adalah riwayat yang sangat dho’if. Hadits tersebut di dapat dari Muhammad bin Jaabir Assahami, banyak ulama’ hadits yang meninggalkan riwayatnya. (Majmu’ 3/503-504)

 Pacaran
Pacaran identik dengan hubungan asmara yang dilakukan oleh lawan jenis yang bukan mahrom. Apapun jalan yang digunakan dalam pacaran meski tidak sampai terjadi kholwat atau nadhor secara umum tidak diperbolehkan, ini semata-mata untuk menghindari hal-hal dan akibat yang nanti akan terjadi. Imam syafi’I mengatakan “Daf’ul mafasid muqoddamun ‘ala jalbi Al-Masholih” artinya, menolak kejelekan yang akan terjadi itu diutamakan dari pada mengambil manfaat. Kaidah ini kalupun nantinya dalam komunikasi ada beberapa keuntungan positif yang diperoleh, lalu apakah dalam komunikasi antar jenis terdapat manfaat yang sesuai dengan agama?.
Bahkan kalau ditilik dari sisi yang lain dalam pacaran terdapat unsur-unsur cerita percintaan / asmara. Kaitannya dalam hal ini fiqh melarang seseorang menceritakan atau mempublikasikan hal-hal seperti itu.
Lain halnya apabila komunikasi tersebut mengandung unsur da’wah atau lainnya, maka masih ada celah diperbolehkannya, namun sekali lagi pacaran adalah hubungan asmara tidak yang lainnya. (Fawaaidul janiyyah;153)

Menghitung Darah Istihadhoh

Jika ada seorang wanita mengeluarkan darah selama lebih dari 15 hari dan 15 malam, maka sebagaian darah dinamakan darah Istihadloh. Wanita yang mengeluarkan darah seperti ini ada tujuh macam:

1. Mustahadloh Mubtadi’ah Mumayyizah
Yaitu wanita yang baru pertama kalinya mengeluarkan darah Haidl dan darah tersebut keluar terus menerus sampai melebihi masa 15 hari/malam, serta dia dapat membedakan darahnya. Bila darahnya ada dua tingkatan, maka darah yang kuat disebut Haidl sedangkan yang lemah dinamakan Istihadloh, dengan syarat:
1. Darah kuat tidak kurang dari 24 jam (minimal Haidl).
2. Darah kuat tidak melebihi masa 15 hari/malam (maksimal Haidl).
3. Darah lemah tidak kurang 15 hari/malam, jika terletak di antara darah kuat.
4. Antara darah kuat dan lemah tidak silih berganti (selang-seling).
Contoh I:
Seorang wanita yang belum pernah Haidl mengeluarkan darah sebagai berikut:
1. Tanggal 1-7 (7 hari) mengeluarkan darah hitam, kental dan berbau (kuat).
2. Tanggal 8-30 (23 hari) mengeluarkan darah merah, kental dan berbau (lemah).
Yang dihukumi darah Haidl adalah darah yang kuat, yaitu tanggal 1-7. Sedangkan tanggal 8-30 disebut darah Istihadloh.
Contoh II:
Seorang wanita yang belum pernah Haidl mengeluarkan darah sebagai berikut:
1. Tanggal 1-15 (15 hari) mengeluarkan darah kuning, kental dan tidak berbau (lemah).
2. Tanggal 16-24 (9 hari) mengeluarkan darah merah, kental dan berbau (kuat).
Yang dihukumi darah Haidl adalah darah yang kuat, yaitu tanggal 16-24. Sedangkan tanggal 1-15 disebut darah Istihadloh.
Namun jika tidak menetapi salah satu dari empat syarat di atas, maka yang dihukumi darah Haidl adalah hanya sehari semalam (sama dengan hukumnya Mustahadloh Mubtadi’ah Ghairu Mumayyizah).
Contoh I:
Seorang wanita yang belum pernah Haidl mengeluarkan darah sebagai berikut:
1. Tanggal 1 selama 10 jam mengeluarkan darah hitam, kental dan berbau (kuat).
2. Tanggal 1 setelah 10 jam sampai tanggal 20 mengeluarkan darah merah, kental dan berbau (lemah).

Contoh II:
Seorang wanita yang belum pernah Haidl mengeluarkan darah sebagai berikut:
1. Tanggal 1-16 (16 hari) mengeluarkan darah hitam, kental dan berbau (kuat).
2. Tanggal 17-30 (14 hari) mengeluarkan darah merah, kental dan berbau (lemah).

Contoh III:
Seorang wanita yang belum pernah Haidl mengeluarkan darah sebagai berikut:
1. Tanggal 1-10 (10 hari) mengeluarkan darah hitam, kental dan berbau (kuat).
2. Tanggal 11-24 (14 hari) mengeluarkan darah merah, kental dan berbau (lemah).
3. Tanggal 25-30 (6 hari) mengeluarkan darah hitam, kental dan berbau (kuat).

Contoh IV:
Seorang wanita yang belum pernah Haidl mengeluarkan darah sebagai berikut:
1. Tanggal 1-7 mengeluarkan darah hitam, kental dan berbau (kuat).
2. Tanggal 8-13 mengeluarkan darah merah, kental dan berbau (lemah).
3. Tanggal 14-18 mengeluarkan darah hitam, kental dan berbau (kuat).
4. Tanggal 19-23 mengeluarkan darah merah, kental dan berbau (lemah).
5. Tanggal 24-28 mengeluarkan darah hitam, kental dan berbau (kuat).
6. Tanggal 29-30 mengeluarkan darah merah, kental dan berbau (lemah).
Keempat contoh di atas seluruhnya tidak menetapi syarat. Contoh yang pertama, darah kuat kurang dari 24 jam. Contoh yang kedua, darah kuat melebihi 15 hari. Contoh ketiga, darah yang lemah yang terletak di antara darah kuat kurang dari 15 hari. Contoh keempat, antara darah kuat dan lemah keluar secara selang-seling atau silih berganti. Maka secara keseluruhan, yang dihukumi Haidl dari keempat contoh tersebut adalah hanya sehari semalam, sedangkan sisanya dihukumi Istihadloh.

Darah Tiga Tingkatan
Apabila Mustahadloh Mubtadi’ah Mumayyizah mengeluarkan darah tiga tingkatan (kuat, lemah, dan lebih lemah), maka yang dihukumi Haidl adalah darah kuat dan lemah, sedangkan darah lebih lemah dinamakan Istihadloh, dengan syarat:
1. Darah kuat keluar terlebih dahulu.
2. Antara darah kuat dan lemah tidak terpisah oleh darah lebih lemah.
3. Jumlah antara darah kuat dan darah lemah tidak melebihi masa 15 hari/malam.
Contoh :
Seorang wanita yang belum pernah Haidl mengeluarkan darah sebagai berikut:
1. Tanggal 1-7 (7 hari) mengeluarkan darah hitam, kental dan berbau (kuat).
2. Tanggal 8-14 (7 hari) mengeluarkan darah merah, kental dan berbau (lemah).
3. Tanggal 15-25 (11 hari) mengeluarkan darah merah, cair dan tidak berbau (lebih lemah).
Yang dihukumi darah Haidl adalah darah yang kuat dan darah lemah, yaitu tanggal 1-14. Sedangkan tanggal 15-25 disebut darah Istihadloh.
Namun jika tidak menetapi salah satu dari tiga syarat di atas, maka yang dihukumi darah Haidl adalah hanya darah yang kuat, sedangkan darah lemah dan lebih lemah disebut darah Istihadloh.
Contoh I:
Seorang wanita yang belum pernah Haidl mengeluarkan darah sebagai berikut:
1. Tanggal 1-7 (7 hari) mengeluarkan darah merah, kental dan berbau (lemah).
2. Tanggal 8-14 (7 hari) mengeluarkan darah hitam, kental dan berbau (kuat).
3. Tanggal 15-20 (6 hari) mengeluarkan darah kuning, kental dan berbau (lebih lemah).
Contoh II:
Seorang wanita yang belum pernah Haidl mengeluarkan darah sebagai berikut:
1. Tanggal 1-8 (8 hari) mengeluarkan darah hitam, kental dan berbau (kuat).
2. Tanggal 9-14 (7 hari) mengeluarkan darah kuning, kental dan berbau (lebih lemah).
3. Tanggal 15-23 (6 hari) mengeluarkan darah merah, kental dan berbau (lemah).
Contoh III:
Seorang wanita yang belum pernah Haidl mengeluarkan darah sebagai berikut:
1. Tanggal 1-5 (5 hari) mengeluarkan darah hitam, kental dan berbau (kuat).
2. Tanggal 6-16 (11 hari) mengeluarkan darah merah, kental dan berbau (lemah).
3. Tanggal 17-25 (9 hari) mengeluarkan darah kuning, kental dan berbau (lebih lemah).
Ketiga contoh di atas sama-sama tidak menetapi syarat. Contoh pertama, darah kuat tidak keluar pertama kali. Contoh kedua, antara darah kuat dan lemah dipisah darah lebih lemah. Contoh ketiga, jumlah darah kuat dan lemah melebihi 15 hari/malam. Maka secara keseluruhan dari ketiga contoh di atas yang dihukumi darah Haidl adalah darah yang kuat saja, sedangkan darah lemah dan lebih lemah dinamakan darah Istihadloh.

Mandi dan Qadla’ Shalat
Bagi Mustahadloh Mubtadi’ah Mumayyizah yang memenuhi syarat baik darahnya dua atau tiga tingkatan pada bulan pertama dia baru diwajibkan mandi jinabat setelah masa 15 hari/malam (terhitung mulai mengeluarkan darah), dan wajib mengqadla’ sholat yang ditinggalkan pada hari-hari yang dihukumi Istihadloh. Sedangkan pada bulan kedua dan seterusnya dia harus mandi ketika darah Haidl telah berubah menjadi darah Istihadloh. Baru diwajibkannya mandi pada tanggal 16 (bulan pertama) karena dimungkinkan darahnya berhenti sebelum 15 hari/malam, sebab jika demikian maka semua darah dihukumi darah Haidl. Ketentuan seperti ini tidak hanya berlaku bagi Mustahadloh Mubtadi’ah Mumayyizah saja tapi juga berlaku untuk yang lainnya.
Contoh:
Wanita yang belum pernah Haidl mengeluarkan darah sebagai berikut:
1. Bulan pertama, mengeluarkan darah kuat tanggal 1-10, lalu mengeluarkan darah lemah tanggal 11-30.
2. Bulan kedua, mengeluarkan darah kuat tanggal 1-10, lalu mengeluarkan darah lemah tanggal 11-30.
Pada bulan pertama, dia wajib mandi tanggal 16 lalu melakukan shalat dan puasa sebagaimana biasa, dan mengqadla’ shalat selama 5 hari (tanggal 11-15). Pada bulan kedua, dia wajib mandi tanggal 11 lalu melakukan shalat dan puasa sebagaimana biasa, dan dia tidak diwajibkan qadla’ shalat.
2. Mustahadloh Mubtadi’ah Ghairu Mumayyizah
Yaitu wanita yang baru pertama kali Haidl dan darah tersebut keluar terus menerus sampai melebihi masa 15 hari/malam, tapi dia tidak bisa membedakan darahnya (warna dan sifatnya sama) atau dapat membedakannya tapi tidak memenuhi syarat. Apabila wanita ini ingat waktu mulainya mengeluarkan darah, maka Haidlnya adalah sehari semalam, dan 29 hari setelahnya dihukumi suci atau Istihadloh (berlaku setiap bulan). Akan tetapi jika dia lupa waktu mulainya mengeluarkan darah, maka dia dihukumi Mustahadhoh Mutahayyiroh yang insya-Allah akan dijelaskan dengan detail pada saat pembahasannya nanti.
Contoh:
Seorang wanita yang baru pertama kali Haidl mengeluarkan darah yang tidak bisa dibedakan warna dan sifatnya selama 30 hari/malam. Yang dihukumi Haidl adalah tanggal 1 saja (sehari semalam), sedangkan sisanya (29 hari/malam) dinamakan darah Istihadloh. Namun wanita ini pada bulan pertama harus mandi pada tanggal 16 dan mengqadla’ shalat selama 14 hari. Adapun pada bulan kedua dan seterusnya dia wajib mandi pada tanggal 2 dan tidak mempunyai hutang shalat.
3. Mustahadloh Mu’tadah Mumayyizah
Yaitu wanita yang sudah pernah Haidl, lalu dia mengeluarkan darah terus menerus sampai melebihi 15 hari/malam dan dia bisa membedakan darahnya. Hukum Mustahadloh Mu’tadah Mumayyizah itu sama dengan Mustahadloh Mubtadi’ah Mumayyizah, yaitu yang dinamakan Haidl adalah darah kuat meskipun tidak sama jumlahnya dengan kebiasaannya (‘adah), kecuali jika memang antara kebiasaan dan darah kuat itu terdapat jarak minimal 15 hari/malam, maka darah lemah sejumlah kebiasaan Haidl dinamakan darah Haidl, dan darah kuat juga disebut Haidl.
Contoh 1:
Seorang wanita yang mempunyai kebiasaan haidl 5 hari/malam mengeluarkan darah hitam, kental dan berbau mulai tanggal 1-10 (10 hari), lalu setelahnya mengeluarkan darah merah, kental dan berbau dari tanggal 11-30. Pada bulan berikutnya dia juga mengeluarkan darah yang sama. Yang dinamakan Haidl adalah darah yang kuat (tanggal 1-10), sedangkan tanggal 11-30 disebut Istihadloh. Wanita ini pada bulan pertama baru diwajibkan mandi pada tanggal 16 dan wajib pula mengqadla shalat selama 5 hari. Pada bulan kedua dia mandi pada tanggal 11 dan dia tidak mempunyai hutang shalat sama sekali.
Contoh 2:
Seorang wanita yang mempunyai kebiasaan haidl 5 hari/malam mengeluarkan darah merah, kental dan berbau mulai tanggal 1-20 (20 hari), lalu setelahnya mengeluarkan darah hitam, kental dan berbau dari tanggal 21-25, kamudian mengeluarkan darah merah, kental dan berbau dari tanggal 26-30. Pada bulan berikutnya dia juga mengeluarkan darah yang sama. Yang dinamakan Haidl adalah darah lemah (tanggal 1-5) yang sesuai dengan jumlah kebiasaan, dan darah yang kuat (tanggal 21-25), sedangkan tanggal 6-20 dan 26-30 disebut Istihadloh. Wanita ini pada bulan pertama baru diwajibkan mandi pada tanggal 16 dan wajib pula mengqadla shalat selama 10 hari, dan mandi lagi tanggal 26. Pada bulan kedua dia mandi pada tanggal 6 dan tanggal 26, serta dia tidak mempunyai hutang shalat sama sekali.
Adapun Mustahadloh Mu’tadah Mumayyizah yang tidak memenuhi syarat sebagaimana syarat-syaratnya Mustahadloh Mubtadi’ah Mumayyizah yang dijelaskan di atas, maka dia dihukumi seperti halnya Mu’tadah Ghairu Mumayyizah, yaitu yang dihukumi Haidl adalah darah yang sesuai dengan jumlah kebiasaannya.
Contoh:
Seorang wanita yang mempunyai kebiasaan haidl 5 hari/malam mengeluarkan darah hitam, kental dan berbau mulai tanggal 1-20 (20 hari), lalu setelahnya mengeluarkan darah merah, kental dan berbau dari tanggal 21-30. Pada bulan berikutnya dia juga mengeluarkan darah yang sama. Yang dinamakan Haidl adalah darah yang keluar pada tanggal 1-5 sesuai dengan kebiasaannya. Sedangkan tanggal 6-30 disebut Istihadloh. Wanita ini pada bulan pertama baru diwajibkan mandi pada tanggal 16 dan wajib pula mengqadla shalat selama 10 hari. Pada bulan kedua dia mandi pada tanggal 6 dan dia tidak mempunyai hutang shalat sama sekali. (Sef.).

Ikhlas di Zaman Global

Berbicara masalah ikhlas, memang gampang-gampang susah. Gampang sekali kita bilang, "Saya ikhlas kok, bener saya nggak mengharapkan apa-apa." Yah, mungkin ucapan semacam itulah yang sering diucapkan seseorang ketika memberikan sesuatu kepada orang lain. Ikhlas dalam terminologi arab berasal dari kata khalasa yang berarti murni. Sedangkan makna ikhlas itu sendiri adalah ketulusan hati.

Namun tidak hanya sampai di situ kita memaknai ikhlas. Ikhlas adalah sebuah kata yang mengandung pengertian dan makna yang sangat luas. Ikhlas memang bisa ada di mana-mana, namun sulit sekali dalam mewujudkannya. Seperti yang saya sampaikan di awal tadi, gampang mengucapkannya dan sulit mewujudkannya. Apakah benar keikhlasan seseorang dinilai karena dia telah berkata bahwa dia ikhlas? Tentu tidak.

Ikhlas sangat erat kaitannya dengan hati dan memang terletak di dalam hati. Tiada seorangpun yang tahu keikhlasan seseorang kecuali dirinya sendiri dan Allah Swt. Seperti yang telah Allah firmankan dalam al-Qur'an, surat Annisa ayat 114 yang artinya: "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridlaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar."

Jadi jelas bahwa ikhlas adalah ketulusan hati dalam mencari keridlaanNya. Kita akan bisa mewujudkan ikhlas jika kita benar-benar lega, hati kita tenang dalam melakukan perbuatan yang baik itu. Contoh kecil, seorang pelajar akan lega dan tenang dalam belajar jika ia merasakan kebahagiaan, memiliki fasilitas yang memadai. Bagaimana mungkin ia akan lega dan tenang jika ia tak memiliki buku dan uang saku? Apa jadinya?

Berbicara masalah pelajar atau murid, tentu akan berkaitan dengan guru atau pendidiknya. Kalau kita lihat belakangan ini kondisi dunia pendidikan kita masih memprihatinkan. Bagaimana tidak? Kualitas pendidikan kita memang masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Jepang atau negara Asia lainnya. Meski tidak dalam posisi terburuk, Indonesia yang sebenarnya dalam posisi lebih baik dari Jepang, tidak bisa berbuat banyak.

Siapa yang bisa disalahkan dalam hal ini, guru ataukah anak didiknya? Buruknya sebuah pendidikan memang sangat terkait dengan beberapa faktor. Faktor utama yang menunjang pendidkan adalah tersedianya fasilitas yang memadai dan sistem mengajar yang baik dan tepat. Dari sisi fasilitas belajar, Indonesia masih bisa dibilang minim. Lihat saja, di berbagai daerah masih banyak kita lihat gedung-gedung sekolah yang rusak. Lihat saja kasus di Blitar. Sampai hari ini paling tidak ada 243 gedung sekolah yang kondisinya memprihatinkan. Semuanya tinggal menunggu waktu untuk segera ambruk. Di manakah peran Pemerintah selama ini? Di mana kepedulian pemerintah?

Sudahlah, kita tinggalkan dulu bicara tentang gedung-gedung sekolah itu. Kita coba bicarakan tentang fasilitas lain untuk guru yang tak kalah pentingnya. Selama ini, kesejahteraan guru kurang begitu diperhatikan –bahkan sama sekali. Seorang guru akan lebih bisa mendarmabaktikan tenaga, fikiran, dan kemampuannya untuk mengajar jika fasilitas mereka dipenuhi. Jika fasilitas mereka seperti, kebutuhan sehari-hari, pelayanan kesehatan, dan tunjangan kehidupan sudah layak, maka kemajuan pendidikan kita akan segera tercapai. Bisa kita bayangkan, bagaimana seorang guru bisa mempersiapkan mata pelajaran yang akan diajarkan bila sepulang sekolah ia masih disibukkan untuk mencari tambahan uang, atau mempunyai pekerjaan lain.

Sementara ini yang dipenuhi hanya tunjangan anggota dewan saja, guru sama sekali tidak terpikirkan. Bagaimana Indonesia mau maju jika terus seperti itu? Tunjangan kepada para guru paling hanya berbentuk ucapan, "Yang ikhlas dalam mengajar, mari kita didik anak bangsa kita."

Pengimplementasian dari ”Guru, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” ternyata masih dimaknai secara mentah-mentah. “Tanpa Tanda Jasa” diartikan bahwa guru tidak perlu mendapatkan gaji yang besar. Karena seorang guru haruslah ikhlas, tak mengharapkan apa-apa. Ketika seorang guru mendapatkan gaji besar, apakah lantas gelar tanpa tanda jasa itu hilang?

Pribadi, jiwa, tingkah laku seseorang tentu sangat terkait dengan guru. Baik-buruk seseorang –selain dibentuk oleh lingkungan- juga ditentukan bagaimana seorang guru memproses dan dirinya berproses. Jadi, peran guru dalam membentuk pribadi seseorang sangat vital dan urgen. Ketika seorang guru tidak dapat optimal dalam mendidik siswanya, tentu anak didiknya pun tidak terbentuk dengan jiwa yang sempurna.

Ikhlas dalam mengajar, bukan berarti tanpa kompensasi yang jelas dan kurang layak. Ikhlas haruslah rasional. Seorang pengajar akan lebih enjoy, tenang, dan bisa menyampaikan materi pelajaran setelah fasilitas yang mereka miliki sudah mencukupi. Jadi ikhlas rasional adalah ikhlas melakukan sesuatu –misal mengajar- namun harus diimbangi dengan gaji/ upah serta tunjangan yang proporsional. Karena keikhlasan seorang guru mempunyai peran efektif dalam membentuk siswa yang berkualitas.

Lain ladang lain ilalang, lain dulu lain sekarang. Dulu di masa-masa perjuangan, gaji guru sedikit bahkan ada pula yang tidak digaji. Namun sekarang di zaman yang serba ada dan Indonesia mempunyai dana yang cukup, apakah para guru akan tetap seperti ini? Siapa yang akan memenuhi fasilitas mereka? Siapa lagi kalau bukan Pemerintah. (*)

Keteladanan Ikhlas Beramal

Ikhlas merupakan rukun terpenting dari semua perbuatan hati. Karena menjadi dasar terbangunnya semua bentuk ibadah.



Rosululloh bersabda :



لايقبل الله من الأعمال إلا ما كان خالصا له وابتغى بها وجهه



Alloh tidak akan menerima amal perbuatan kecuali yang murni untuk-Nya dan mencapai ridlo-Nya.



Ihklas artinya suci dari pamprih atau tulus hati.Orang yang ihklas adalah orang yang membersihkan hatinya dari segala sesuatu selain Allah,yakni meninggalkan riya’ dalam beramal. Pernah suatu hari Nabi Isa a.s ditanya oleh sahabatnya, kaum Hawariyyun, Apakah amal yang ihklas itu? Beliau menjawab, ialah amal yang diperbuat semata-mata demi Allah, tidak suka dipuji orang lain sehubungan amal itu.” Imam Ghozali dalam salah satu statemennya menyatakan : Tanda ke-ikhlasan seseorang adalah manakalah suasana hatinya di saat ia beramal di tempat yang sunyi tiada berbeda dengan suasana di saat ia beramal di tempat yang ramai. Kehadiran orang lain sebagaimana kehadiran binatang, tidak punya pengaruh sama sekali terhadap keadaan batinnya. Jika sampai suasana sepi dan ramai masih mewarnai kedaan batinnya pada saat ia beramal, berarti ia masih berada di luar kejernihan ikhlas ini.



Bagi kebanyakan orang sufi pengertian semata-mata demi Alloh dipahami, bahwa ihklas adalah semua amal perbuatan, akal pikiran dan niat seseorang yang ditujukan hanya kepada Allah. Bagi mereka ihklas diartikan sebagai sikap seorang yang sudah tidak memperdulikan balasan pahala terhadap amal yang dilakukannya, baik di dunia maupun di akhirat. Sebab menurut kalangan mereka, barang siapa yang menyembah Allah dengan tujuan untuk mendapatkan kesenangan indrawi dan materi di dunianya, berarti ia tidak ihklas. Karena orang yang ihklas setiap berbuat sesuatu tentu hanya untuk mendapatkan ridha Allah.Yang dicari dan yang dirindukan adalah keridhaan-Nya semata. Itulah sebabnya orang-orang sufi menilai maqam ihklas ini sebagai maqam yang sudah mendekati maqam makrifat, yang menjadi tujuan akhir dar pengembaraan batiniyah para wali Allah. Karena itu pula mereka menjadikan maqam ini sebagai suatu tahapan yang harus dilalui oleh Sholihin yang tengah berada dalam perjalanan kepada Allah.



Ihklas merupakan pengalaman yang memperlihatkan kedekatan hubungan seseorang dengan Allah Swt. Dalam hal ini, seorang ulama ternama Ibnu Al Nafazi menyatakan, bahwa keiklasan seseorang dalam beramal dapat bertingkat-tingkat sesuai kedekatannya dengan Allah.Dua diantaranya adalah tingkat ihklas kelompok al-Abrar dan kelompok Muqorrobin.



Pertama, ihklas yang ada pada kelompok al Abrar (orang-orang yang baik) ialah maqam ihklas yang betul-betul sudah terbebas dari sifat-sifat riya’. Mereka benar-benar ihklas, tidak mengharapkan kedudukan atau kelebihan dalam harta, juga tidak mengejar kemasyhuran dan kehormatan ataupun kebanggaan keduniaan. Mereka telah mampu membersihkan amalnya semata-mata, dari rasa ujub, riya’ dan takabur sehingga didalam menjalankan amal nya semata-mata karena Allah. Mereka sangat pandai merahasiakn amal perbuatannya. Hal ini sejalan dengan hadits yang diriwayatkan Abu Dzar, beliau bertanya kepada Rosululloh, Apakah Ikhlas itu ? Rosululloh menjawab, sebentar akan ku tanyakan kepada Jibril. Namun pada saatnya, Jibril pun tidak bisa menjawab hingga ia bertanya kepada Mikail. Lalu Mikail bertanya kepada Alloh dan dijawabnya :


الإخلاص سر من أسراري أودعه قلب من أشاء من عبادي



Ikhlas adalah salah satu rahasia dari beberapa rahasia-Ku yang Aku letakkan di hati seseorang yang Aku kehendaki dari hamba-hambaKu.



Sungguh, amal mereka bersih dari nafsu untuk meraih pujian masyarakat, karena semua amal kebaikan yang dilakukan semata-mata untuk mencapai tujuan pengabdian kepada Allah Swt. Namun demikian kelompok muhklis tingkat pertama ini tetap punya pamprih,yaitu mengharap pahala dari Allah dan mengharap dijauhkan dari api neraka.



Tingkat kedua,adalah ihklas yang miliki oleh kelompok Al Muqorrobin, yakni orang-orang yang senantiasa mendekatkan diri pada Allah. Sikap ihklas kelompok ini telah jauh melampaui keihlasan kelompok al Abrar tadi. Mereka benar-benar beramal tanpa pamprih apa pun, tetapi semata-mata karena Allah. Mereka bertekat bahwa amalnya itu tiada lain adalah sebagai peryataan syukur kepada Allah dan taat kepada perintah-Nya. Sehingga keihlasan yang hanya dimiliki oleh golongan Arifin ini, sudah tidak punya pamprih apa-apa lagi. Amal ibadah mereka bukan untuk mengharap pahala atau supaya dijauhkan dari siksaan neraka. Karena menurut mereka orang yang beramal dengan tujuan supaya mendapat pahala dan keberuntungan, baik menyangkut urusan dunia maupun akhirat, berarti dalam posisi kehambaannya ia telah berlaku kurang santun terhadap Allah, dan jelas mengurangi ketulus ikhlasannya. Wallahu A’lam Bis Shawb.

Menjaga Amanah

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

Hidup manusia dibangun di atas tiga komponen utama: jasad, akal dan ruhiyah.
Islam mengajarkan ummatnya untuk hidup secara seimbang, memenuhi setiap
kebutuhan diri secara pantas dan memadai.

Kenyataan yang ada, sebagian orang cenderung hanya memenuhi kebutuhan fisik.
Mereka makan makanan bergizi, makan vitamin, ikut fitness, senam, beladiri dan
lain-lain, tapi acuh dengan keadaan jiwa dan hatinya. Orang seperti ini sehat
fisik tapi lemah ruhiyah.

Tidak jarang orang memiliki badan bagus, namun justru hina akibat keindahan
fisiknya. Wanita bertubuh bagus tidak identik sebagai wanita yang mulia, malah
tidak sedikit wanita bertubuh bagus menjadi turun derajatnya karena dia gemar
memamerkan tubuhnya. Di sisi lain, ada juga orang yang gara-gara badannya bagus
menjadi stres karena takut jadi tidak bagus. Setiap hari waktunya habis untuk
memikirkan badannya. Ikut senam, diet, dan membeli bermacam-macam obat supaya
tubuhnya tetap bagus. Secara tidak langsung, orang seperti ini justru tersiksa
dengan keindahan tubuhnya.

Sebenarnya, jika kita mampu mengelola fisik dengan baik, kita akan menjadi
manusia yang kuat dan produktif. Islam sangat menganjurkan agar kita memiliki
fisik yang sehat. Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai oleh
Allah daripada mukmin yang lemah.

Dalam catatan sejarah, sampai usia 63 tahun Nabi Muhammad SAW masih memiliki
tubuh yang kuat. Beliau memulai peperangan pada usia 53 tahun. Dan tentu saja,
perang zaman dulu bukan seperti perang zaman sekarang. Ketika itu Rasulullah
SAW memakai baju besi hingga 2 lapis dan mengarungi padang pasir sejauh ratusan
kilometer.

Selain fisik, Allah memberi kita karunia akal. Akal inilah yang membedakan kita
dengan makhluk Allah yang lain. Dengan akal, kita dapat memikirkan ayat-ayat
Allah di alam ini sehingga kita dapat mengelola serta mengolahnya menjadi
sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan.

Kendati demikian, potensi akal juga bukanlah potensi yang dapat menentukan
mulia atau tidaknya seorang manusia. Di Indonesia ini begitu banyak orang yang
pintar, tapi mengapa Indonesia masih juga terpuruk? Setiap tahun puluhan ribu
sarjana dikeluarkan oleh kampus-kampus ternama. Tapi mengapa korupsi masih juga
merajalela.

Rasanya kecil kemungkinan kalau korupsi itu dilakukan oleh orang yang bodoh.
Bagaimana tidak? Uang negara, uang rakyat yang dikuras jumlahnya bukan hanya
dalam bilangan jutaan atau miliaran, tapi juga triliunan rupiah. Kalau orang
bodoh rasanya dia tidak akan kuat berpikir jauh-jauh seperti itu. Artinya
pintar tidak identik dengan kemuliaan. Jika tidak hati-hati, mempunyai anak
pintar juga tidak selalu identik dengan kebahagiaan. Ada yang anaknya pintar
sementara orang tuanya cuma lulusan SD atau SMP, malah jadi menghina orang
tuanya.

Dan potensi terakhir adalah ruhiyah atau juga hati. Hati inilah potensi yang
bisa melengkapi otak cerdas dan badan kuat menjadi mulia. Dengan hati yang
hidup inilah orang yang lumpuh pun bisa menjadi mulia, orang yang tidak begitu
cerdas pun dapat menjadi mulia.

Andaikata hati kita bening tentu akan nikmat sekali menjalani hidup ini. Hati
yang bersih, maka pikiran kita pun akan cerdas. Bahkan fisik kita jadi tangguh,
tidak lemah dan mudah surut. Maka benar sabda Rasul SAW bahwa hati adalah poros
kehidupan setiap manusia. Baik atau buruknya kehidupan manusia tergantung hati
yang ada di balik dadanya.

Menjaga kebersihan lingkungan dari pencemaran adalah bagian dari menjaga amanah
Allah. Mulailah sekuat tenaga tahan dari membuang sampah sembarangan. Membuang
sampah sembarangan adalah termasuk perilaku egois dan tidak bertanggungjawab,
karena dirinya bersih tapi orang lain jadi terkotori. Akibat lainnya lingkungan
jadi kotor, menimbulkan bau yang tidak sedap.

Makin hidup kita bersih, kita akan semakin peka. Coba lihat cermin yang bersih!
Satu titik noda menempel padanya akan cepat ketahuan. Tapi kalau cermin kotor,
penuh noda dan debu, digunakan untuk melihat wajah sendiri saja susah. Makin
bersih hati kita, akan lebih peka melihat aib dan kekurangan sendiri. Bahkan
kita akan lebih peka terhadap peluang amal dan juga ilmu. Sebaliknya, bagi yang
kotor hati, jangankan untuk melihat kekurangan orang lain, melihat kekurangan
diri saja tidak mampu.

Nabi Muhammad SAW adalah figur pribadi yang bersih tubuh, bersih pikiran,
bersih ucapan, dan bersih hati. Tutur kata beliau penuh makna, jauh dari
sia-sia. Tapi sikap dan penampilan beliau senantiasa baik dan bersahaja. Setiap
berwudhu beliau selalu bersiwak (menggosok gigi). Sesudah makan beliau juga
bersiwak dan menjelang tidur pun beliau bersiwak.

Dalam urusan-urusan kecil pun Rasulullah senantiasa memberikan keteladanan.
Beliau menganjurkan kita agar menggunting kuku serta membersihkan bulu-bulu
tubuh. Paling tidak hal itu dilakukan sekali setiap minggu, yaitu pada hari
Jumat.

Mari kita budayakan kebersihan dalam rumah kita.Meskipun mungkin rumah kita
sederhana, namun yang penting bersih. Jangan biasakan sampah kita berserakan,
sebab boleh jadi Allah akan mendatangkan lalat sebagai peringatan bahwa rumah
kita kotor. Atau nanti Allah menggerakkan tikus-tikus untuk mengerubungi rumah
kita?

Pastikan rumah kita juga harus bersih dari barang-barang haram. Jangan pernah
ada hak orang lain yang ada pada diri kita yang terambil secara yang tidak
halal. Hindari perilaku mark up, suap-menyuap, korupsi, mengambil kembalian
tanpa permisi, melalaikan utang dan perilaku-perilaku curang lain.
Berhati-hatilah saudaraku. Pastikan tidak ada harta haram pada diri kita.
Dengan demikian insya Allah, kita akan sangat bahagia, hidup terhormat dan akan
dicukupi rezekinya oleh Allah SWT. Wallahu a'lam.

Makna Ikhlas

Sebelum kita merujuk apa sich tiga ciri orang yang ikhlas, terlebih dulu kita ketahui makna ikhlas, apa sich ikalas itu?? secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal.

Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.

Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras (nampi beras) dari kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras. Maka, beras yang dimasak menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya akan menyebabkan amal tidak nikmat. Pelakunya akan mudah menyerah dan selalu kecewa.

Karena itu, bagi seorang dai makna ikhlas adalah ketika ia mengarahkan seluruh perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya untuk Allah, mengharap ridha-Nya, dan kebaikan pahala-Nya tanpa melihat pada kekayaan dunia, tampilan, kedudukan, sebutan, kemajuan atau kemunduran. Dengan demikian si dai menjadi tentara fikrah dan akidah, bukan tentara dunia dan kepentingan. Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku.” Allah tujuan kami, dalam segala aktivitas mengisi hidupnya.

Buruknya Riya

Makna riya adalah seorang muslim memperlihatkan amalnya pada manusia dengan harapan mendapat posisi, kedudukan, pujian, dan segala bentuk keduniaan lainnya. Riya merupakan sifat atau ciri khas orang-orang munafik. Disebutkan dalam surat An-Nisaa ayat 142, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat itu) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”

Riya juga merupakan salah satu cabang dari kemusyrikan. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku takuti pada kalian adalah syirik kecil.” Sahabat bertanya, “Apa itu syirik kecil, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab, “Riya. Allah berkata di hari kiamat ketika membalas amal-amal hamba-Nya, ‘Pergilah pada yang kamu berbuat riya di dunia dan perhatikanlah, apakah kamu mendapatkan balasannya?’” (HR Ahmad).

Dan orang yang berbuat riya pasti mendapat hukuman dari Allah swt. Orang-orang yang telah melakukan amal-amal terbaik, apakah itu mujahid, ustadz, dan orang yang senantiasa berinfak, semuanya diseret ke neraka karena amal mereka tidak ikhlas kepada Allah. Kata Rasulullah saw., “Siapa yang menuntut ilmu, dan tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan perhiasan dunia, maka ia tidak akan mendapatkan wangi-wangi surga di hari akhir.” (HR Abu Dawud)

Ciri Orang Yang Ikhlas

Orang-orang yang ikhlas memiliki ciri yang bisa dilihat, diantaranya:

1. Senantiasa beramal dan bersungguh-sungguh dalam beramal, baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang banyak, baik ada pujian ataupun celaan. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, “Orang yang riya memiliki beberapa ciri; malas jika sendirian dan rajin jika di hadapan banyak orang. Semakin bergairah dalam beramal jika dipuji dan semakin berkurang jika dicela.”

Perjalanan waktulah yang akan menentukan seorang itu ikhlas atau tidak dalam beramal. Dengan melalui berbagai macam ujian dan cobaan, baik yang suka maupun duka, seorang akan terlihat kualitas keikhlasannya dalam beribadah, berdakwah, dan berjihad.

Al-Qur’an telah menjelaskan sifat orang-orang beriman yang ikhlas dan sifat orang-orang munafik, membuka kedok dan kebusukan orang-orang munafik dengan berbagai macam cirinya. Di antaranya disebutkan dalam surat At-Taubah ayat 44-45, “Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya.”

2. Terjaga dari segala yang diharamkan Allah, baik dalam keadaan bersama manusia atau jauh dari mereka. Disebutkan dalam hadits, “Aku beritahukan bahwa ada suatu kaum dari umatku datang di hari kiamat dengan kebaikan seperti Gunung Tihamah yang putih, tetapi Allah menjadikannya seperti debu-debu yang beterbangan. Mereka adalah saudara-saudara kamu, dan kulitnya sama dengan kamu, melakukan ibadah malam seperti kamu. Tetapi mereka adalah kaum yang jika sendiri melanggar yang diharamkan Allah.” (HR Ibnu Majah)

Tujuan yang hendak dicapai orang yang ikhlas adalah ridha Allah, bukan ridha manusia. Sehingga, mereka senantiasa memperbaiki diri dan terus beramal, baik dalam kondisi sendiri atau ramai, dilihat orang atau tidak, mendapat pujian atau celaan. Karena mereka yakin Allah Maha melihat setiap amal baik dan buruk sekecil apapun.

3. Dalam dakwah, akan terlihat bahwa seorang dai yang ikhlas akan merasa senang jika kebaikan terealisasi di tangan saudaranya sesama dai, sebagaimana dia juga merasa senang jika terlaksana oleh tangannya.

Para dai yang ikhlas akan menyadari kelemahan dan kekurangannya. Oleh karena itu mereka senantiasa membangun amal jama’i dalam dakwahnya. Senantiasa menghidupkan syuro dan mengokohkan perangkat dan sistem dakwah. Berdakwah untuk kemuliaan Islam dan umat Islam, bukan untuk meraih popularitas dan membesarkan diri atau lembaganya semata.

wallohu a'lam

Sabar

sabar merupakan suatu hal yang sangat mudah untuk dikatakan atau diucapkan,...,
akan tetapi dalam konteks perbuatan atau amaliyah tidaklah mudah..,
Sabar merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Arab, dan sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Asal katanya adalah "Shobaro", yang membentuk infinitif (masdar) menjadi "shabran". Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah.


Dari Suhaib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mu'min: Yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya." (HR. Muslim)

sedangkan Hujjatul Islam imam Al ghazali membagi sabar dalam tiga hal.
sabar dalam menghadapi musibah
sabar di dalam memetuhi perintah Allah SWT
sabar di dalam menahan diri untuk tidak melakukan maksiat
kesabaran merupakan salah satu kunci sukse dalam perjuangan merih cita-cita.
imam Al Ghazali menjelaskan bahwa sabar mempunyai tiga unsur sebagi berikut :
ilmu
ilmu merupakan pengetahuan atau kesadaran bahwa sabar itu mengandung kemaslahatan dalam agama. sabar akan membawa manfaat bagi seseorang dalam menghadapi segala masalah dala kehidupan.
hal
hal adalah keadaan hati yang memiliki pengetahuan atau kesadaran tersebut. hal ini terwujud dalam tingkah laku.
amal
amal adalah terwujudnya hal dalam tingklah laku yang nyata. amal yang didasari dengan ilmu, insyaAllah akan menjadi amal yang makbul,... amiiiin..
wallahu a'lam...............