Pages

10.22.2011

Rukun Nikah: Saksi

Sebuah pernikahan tidak sah bila tidak disaksikan oleh saksi yang memenuhi syarat. Maka sebuah pernikahan sirri yang tidak disaksikan jelas diharamkan dalam Islam. Dalilnya secara syar’i disebutkan oleh Khalifah Umar RA.

Dari Abi Zubair Al-Makki bahwa Umar bin Al-Khattab RA ditanya tentang menikah yang tidak disaksikan kecuali oleh seorang laki-laki dan seorang wanita. Maka beliau berkata :

Ini adalah nikah sirr, aku tidak membolehkannya. Bila kamu menggaulinya pasti aku rajam. (Riwayat Malik dalam Al-Muwqaththo')

1. Syarat Saksi
Mirip dengan syarat sebagai wali, untuk bisa dijadikan sebagai saksi, maka seseorang harus memiliki kriteria antara lain :
* 'Adalah (Adil), ini adalah syarat yang mutlaq dalam sebuah persaksian pernikahan. Sebab dalilnya menyebutkan bahwa saksi itu harus adil sebagaimana teks hadits. Yang dimaksud 'adalah (adil) adalah orang yang bebas dari dosa-dosa besar seperti zina, syirik, durhaka kepada orang tua, minum khamar dan sejenisnya. Selain itu seorang yang adil adalah orang yang menjauhi perbuatan dosa-dosa kecil secara ghalibnya. Termasuk orang yang makan riba (rentenir) dan yang sering bertransaksi dengan akad-akad ribawi, dianggap tidak adil dan tentunya tidak sah sebagai seorang saksi.
* Minimal Dua Orang, jumlah ini adalah jumlah minimal yang harus ada. Bila hanya ada satu orang, maka tidak mencukupi syarat kesaksian pernikahan yang sah. Sebab demikianlah teks hadits menyebutkan bahwa harus ada 2 (dua) orang saksi yang adil. Namun itu hanyalah syarat minimal. Sebaiknya yang menjadi saksi lebih banyak, sebab nilai 'adalah di masa sekarang ini sudah sangat kecil dan berkurang.
* Beragama Islam, kedua orang saksi itu haruslah beragama Islam, bila salah satunya kafir atau dua-duanya, maka akad itu tidak sah
* Berakal, maka seorang yang kurang waras atau idiot atau gila tidak sah bila menjadi saksi sebuah pernikahan
* Baligh, maka seorang anak kecil yang belum pernah bermimpi atau belum baligh, tidak sah bila menjadi saksi.
* Merdeka, maka seorang budak tidak sah bila mejadi saksi sebuah pernikahan.
* Laki-laki, maka kesaksian wanita dalam pernikahan tidak sah. Bahkan meski dengan dua wanita untuk penguat, khusus dalam persaksian pernikahan, kedudukan laki-laki dalam sebuah persaksian tidak bisa digantikan dengan dua wanita.

Abu Ubaid meriwayatkan dari Az-Zuhri berkata, "Telah menjadi sunnah Rasulullah SAW bahwa tidak diperkenankan persaksian wanita dalam masalah hudud, nikah dan talaq.

Namun mazhab Hanafiyah mengatakan bahwa bila jumlah wanita itu dua orang, maka bisa menggantikan posisi seorang laki-laki seperti yang disebutkan dalam Al-Quran:

...Jika tak ada dua orang lelaki, maka seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.... (QS. Al-Baqarah : 282)

2. Saksi Yang Diminta Merahasiakan Akad Nikah
Dalam kasus tertentu, untuk menutupi rahasia sering kali sebuah pernikahan itu disaksikan oleh orang tertentu, namun kepada para saksi diminta untuk merahasiakan pernikahan itu.

Dalam masalah ini, para ulama mengatakan bahwa akad nikah itu hukumnya sah, namun dengan karahah (dibenci). Sebab tujuan utama dari adanya persaksian itu tidak lain adalah untuk mengumumkan. Maka meski akad itu sah namun tetap tidak dianjurkan. Demikianlah sikap Umar RA, As-Sya'bi, Nafi', dan 'Urwah.

Sedangkan dalam pandangan Imam Malik, pernikahan yang saksinya merahasiakan apa yang disaksikan itu harus dipisahkan dengan talak. Dan tidak dibenarkan untuk menyaksikan pernikahan bisa saksinya dilarang memberitahu pihak lain. Bila terlanjur menggaulinya, maka harus diserahkan maharnya. Namun kedua saksi itu tidak dihukum. Demikian riwayat Wahab sebagaimana tertera dalam Fiqhus Sunnah (2/169).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar